Nama : Desi Heltina
Departemen : Teknik Kimia
Judul : Rekayasa Komposit Titania Nanotube-Carbon Nanotube dengan Perlakuan Asam dan Surfaktan untuk Eliminasi Fenol.
ABSTRAK
Limbah fenol merupakan bahan buangan yang berbahaya sehingga menimbulkan permasalahan bagi lingkungan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah limbah fenol adalah dengan mendegradasi fenol tersebut. Proses fotokatalisis dapat digunakan untuk mendegradasi senyawa organik salah satunya fenol. Ti02 nanotube (TiNT) dapat digunakan sebagai material fotokatalis. Untuk meningkatkan kinerja fotokatalis dalam mendegradasi fenol diperlukan kombinasi dengan proses adsorpsi. Carbon nanotube (CNT) memiliki daya adsorpsi yang besar dan dapat bertindak sebagai penangkap elektron (elektron trapping) dapat meningkatkan kinerja TiNT dalam mendegradasi fenol. Rekayasa komposit Ti NT-CNT ini bertujuan untuk mendapatkan material TiNT dan komposit TiNT-CNT ini akan diuji efektivitas kinerja dalam mendegradasi senyawa fenol. Dalam penelitian ini fotokatalis TiNT yang sudah disintesis dari Ti02 (P25) dikompositkan dengan CNT yang sudah dimodifikasi dengan perlakuan asam (HNO3) dan penambahan surfaktan (cocoPAS).
Dari penelitian yang sudah dilakukan dapat disampaikan bahwa penelitian ini di investigasi terhadap sintesis, karakterisasi dan aktivitas fotokatalis TiNT dan komposit TiNT-CNT. TiNT disintesis dengan metode hidrotermal menggunakan Ti02 (P25) nanopartikel ditambahkan NaOH pada suhu 130°C kecepatan 600 rpm selama 6 jam. Variasi yang dilakukan adalah lama waktu pencucian dengan HCl, waktu hidrotermal dan suhu kalsinasi dengan tujuan mendapatkan TiNT yang mempunyai kinerja fotokatalis dalam mendegradasi fenol. Perlakuan CNT dilakukan dengan penambahan asam ( HNO3 ) dan surfaktan (cocoPAS ). Perlakuan asam bertujuan untuk menghasilkan gugus fungsional dari CNT sehingga gugus fungsional tersebut diharapkan dalam berikatan dengan TiNT. Sedangkan penambahan surfaktan bertujuan menghasilkan dispersi CNT dan TiNT sehingga dapat berikatan melalui interaksi elektrostatik. Pengujian komposit TiNT-CNT terhadap degradasi fenol dilakukan untuk mendapatkan efisiensi kinerja TiNT dan komposit TiNT-CNT.
Hasil karakterisasi dapat disampaikan bahwa TiNT yang mempunyai morlfologi nanotube pada waktu hidroterml selama 6 jam dan lama waktu pencucian dengan HCI adalah 1 jam. Kinerja fotokatalis TiNT yang paling maksimum dalam mengeliminasi fenol pada TiNT kalsinasi 700°C adalah 54%, dimana TiNT memiliki struktur kristal anatase dengan ukuran 27 nm, luas permukaan spesifik 29,7 m2/g. Proses perlakuan asam pada CNT berhasil meningkatkan jumlah oksigen dalam carbon yang mengarah pada terbentuknya gugus fungsional karboksilat pada permukaan CNT. Sedangkan proses penambahan surfaktan mampu mendispersi senyawa komposit TiNT-CNT. Kristalinitas dan ukuran kristal katalis merupakan parameter yang paling mempengaruhi aktivitas fotokatalisis disamping luas permukaan, energi bandgap dan morfologi.
Pada komposit TiNT-CNT morfologi yang diperoleh berbentuk acak. Kinerja yang paling tinggi dalam mendegradasi fenol adalah fotokatalis komposit TiNT-CNT dengan CNT pada penambahan asam (HNO3). Loading maksimum dari CNT dengan perlakuan asam (HNO3) dalam komposit TiNTCNT adalah sebesar 2% dengan kinerja untuk eliminasi fenol sebesar 62%. Dari hasil ini dapat disampaikan bahwa rekayasa komposit Titania nanotube (TiNT) dan Carbon nanotube (CNT) mempunyai potensi yang menjanjikan untuk alternatif dalam mengolah limbah fenol menggunakan proses fotokatalisis dan adsorpsi.
Kata kunci : Fotokatalisis, adsorpsi, Komposit, Titania nanotube, Carbon nanotube, Degradasi, Fenol.
Nama : Qodri Febrilian Erahman
Program Studi. : Teknik Kimia
Judul : Pemodelan Permintaan Energi Sektor Transportasi dan Kaitannya dengan Ketahanan Energi.
ABSTRAK
Studi tentang ketahanan energi (energy security) menjadi topik yang terus berkembang dikalangan peneliti energi, khususnya di Indonesia, terlebih situasi produksi minyak terus menurun, kapasitas kilang minyak yang terbatas, tingkat diversifikasi energi yang rendah, tingginya intensitas emisi dan energi, serta rendahnya rasio elektrifikasi menunjukkan, secara kualitatif bahwa Indonesia sedang mengalami situasi yang kurang baik dalam definisi ketahanan energi. Seberapa rendahnya tingkat ketahanan energi tersebut, maka perlu dilakukan pengukuran secara kuantitatif. Studi terdahulu telah membahas beberapa hal yang berkaitan dengan ketahanan energi, oleh karena itu penelitian ini melakukan review atas studi terdahulu terhadap definisi, konsep, metode, dan analisis untuk kemudian digunakan dalam pengukuran tingkat ketahanan energi nasional. Sejak tahun 2013 sektor transportasi menjadi konsumen terbesar energi final di Indonesia mendahului sektor industri. Tingginya konsumsi energi sektor transportasi menjadi perhatian tersendiri karena dampak perubahannya mampu mempengaruhi tingkat ketahanan energi nasional. Oleh karena itu, seberapa besar pengaruh dari perlakuan kebijakan di sektor transportasi dalam pengaruhnya terhadap tingkat ketahanan energi penting untuk dibahas. Pada penelitian ini akan dilakukan pemodelan energi sektor transporatasi untuk dapat melihat perubahan sistem energi, jika kebijakan sektor transportasi diimplementasikan. Pemodelan sektor transportasi dilakukan secara bottomup dan didisagregasi berdasarkan spasialnya. Pendisagregasian model permintaan energi sektor transportasi berdasarkan spasialnya untuk mengatasi masalah disparitas yang tinggi antar provinsi, sehingga diperkirakan akan menghasilkan estimasi permintaan energi yang lebih akurat. Perrmintaan energi sektor transportasi dimodelkan menurut jenis kendaraannya, dimana jenis kendaraan untuk sub-sektor transportasi jalan terdiri atas mobil penumpang, motor, mobil penumpang umum, bus besar, bus sedang, bus kecil, truk besar, truk sedang dan truk kecil. Sub-sektor transportasi perkeretapian terdiri dari kereta api penumpang, kereta api barang dan kereta api rel listrik. Sub-sektor transportasi laut terdiri atas kapal pelayaran, kapal penyeberangan dan kapal perikanan. Sub-sektor transportasi udara terdiri atas pesawat penumpang dan barang. Selanjutnya, dari pemodelan tersebut dimodelkan pula supply energi, sehingga menghasilkan output sistem energi nasional (RES). Sistem energi nasional selanjutnya diukur menggunakan perangkat pengukuran energy security index (ESI). Penelitian ini mengukur nilai ESI yang menggunakan 14 indikator dan dikelompokkan ke dalam masing-masing dimensinya diantaranya, yaitu availability, affordability, accessibility, acceptability dan efficiency. Analisis energy security dilakukan dengan metode normalisasi min-max, metode aggregasi dan pembobotan menggunakan principal component analysis (PCA). Aggregasi dan pembobotan menggunakan metode PCA untuk mengatasi masalah subjektivitas dalam penentuan bobot indikator. Sejalan terhadap hal tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah melakukan pemodelan energi sektor transportasi untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kebijakan sektor transportasi terhadap tingkat ketahanan energi nasional. Skenario kebijakan yang diimplementasikan diantaranya, yaitu skenario pengembangan transportasi massal, skenario penetrasi teknologi kendaraan dan skenario pajak bahan bakar. Hasil pemodelan energi sektor transportasi pada kondisi business as usual (BAU) menunjukkan, bahwa tahun 2050 konsumsi energi sektor transportasi akan meningkat sebesar 2,6 kali lipat dibanding tahun 2016, yaitu sebesar 857 juta BOE dengan kontribusi konsumsi energi tertinggi terjadi pada subsektor transportasi jalan, kemudian diikuti oleh sub-sektor transportasi laut. Model bottom-up yang didisagregasi berdasarkan spasialnya memberikan keakuratan hasil estimasi konsumsi energi sektor transportasi.
Emisi C02 pada tahun 2050 yang dihasilkan akibat konsumsi energi tersebut mencapai 2,1 milyar ton C02. Hasil pemodelan skenario kebijakan sektor transportasi menghasilkan penurunan konsumsi energi pada tahun 2050, jika dibandingkan dengan kondisi BAU diantaranya untuk skenario transportasi massaI kasus rendah, skenario transportasi massal kasus tinggi, skenario teknologi kendaraan kasus diesel, skenario teknologi kendaraan kasus mobil listrik (PH/EV), serta skenario pajak bahan bakar kasus 20%, dan kasus 30%, dengan selisih beturut-turut sebesar 1,7; 6,0; 8,7; 40,4; 3,7; 13,8 juta BOE. Pada tengah periode simulasi nilai peningkatan ESI sangat besar terjadi khususnya pada skenario penetrasi teknologi kendaraan kasus PHEV, namun pada tahun 2050 skenario penetrasi teknologi kendaraan kasus diesel justru memberikan kontribusi terbesar terhadap peningkatan ESI. Skenario lain seperti transportasi massal tidak memberikan perubahan yang cukup signifikan. Hal ini diakibatkan oleh pemberlakuan asumsi transportasi massal pada studi ini hanya dikembangkan di kota-kota besar, oleh karena itu peningkatannya kurang signifikan. Skenario pajak bahan bakar memberikan efek negatif terhadap peningkatan ESI. Hal ini disebabkan karena terdapat kondisi, dimana menaikkan pajak bahan bakar tidak serta merta dapat menurunkan konsumsi energi yang berdampak terhadap kenaikan ESI, namun kenaikan harga akibat pemberlakuan pajak secara langsung menyebabkan penurunan ESI. Nilai ESI memberikan suatu informasi penting terhadap situasi sistem energi nasional saat ini, sehingga dapat digunakan sebagai evaluasi untuk menghadapi situasi energi nasional di masa yang akan dating.
Kata kunci :
Energy security; Sektor Trasportasi; Pemodelan Energi; Sistem Energi; Principal Component Analysis; Indonesia
Nama : Alia Badra Pitaloka
Program Studi. : Teknik Kimia
Judul : Pemanfaatan Serat Alam Eceng Gondok Sebagai Bahan Baku Material Superabsorbent Polymer
ABSTRAK
Superabsorbent polymers (SAP) adalah material yang dapat menyerap cairan dalam jumlah yang sangat besar. Pada penelitian ini dilakukan sintesis material SAP dengan bahan baku natrium karboksimetil selulosa (NaCMC) yang berasal dari selulosa eceng gondok. Salah satu karaktetistik NaCMC yang sangat berpengaruh adalah derajat substitusi (DS). Semakin tinggi nilai DS dari NaCMC, semakin baik kemampuan SAP yang dihasilkan dalam menyerap cairan yang dinyatakan dengan swelling ratio (SR). Jenis media yang digunakan dalam sintesis NaCMC sangat berpengaruh terhadap nilai DS. Semakin rendah polaritas media, semakin inggi nilai DS yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan NaCMC berbahan dasar eceng gondok dengan nilai DS yang tinggi dan menghasilkan material SAP dengan kemampuan mengabsorbsi air yang tinggi.
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu isolasi selulosa, sintesis NaCMC, dan sintesis SAP. Isolasi selulosa dilakukan dengan menggunakan larutan NaClO2 dan NaOH untuk menghilangkan lignin dan hemiselulosa. Kemudian sintesis NaCMC dilakukan dengan menggunakan campuran dua larutan sebagai media reaksi agar diperoleh polaritas yang lebih rendah. Ada lima kombinasi campuran media reaksi yang digunakan, yaitu campuran isopropil alkohol-etanol (lPE), 2- butanol-etanol (BE), isobutil alkohol-etanol (IBE), isopropil alkohol-2-butanol (IPB), dan isopropil alkohol-isobutil alkohol (IPIB) dengan komposisi 20:80, 50:50, dan 80:20. Untuk masing-masing komposisi media, dilakukan variasi larutan NaOH 5-35%. NaCMC yang diperoleh dengan menggunakan media reaksi IPB, digunakan sebagai bahan baku pada sintesis SAP dengan menggunakan asam sitrat sebagai agen pengikat silang. Analisis dilakukan terhadap kadar selulosa di dalam eceng gondok dan selulosa hasil isolasi, nilai DS NaCMC, analisis menggunakan SEM, FTIR dan XRD terhadap selulosa dan NaCMC, serta pengukuran kadar Na di dalam alkali selulosa menggunakan AAS, sedangkan produk SAP dikarakterisasi menggunakan FTIR, SEM dan analisa SR.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kadar selulosa dati produk selulosa sebesar 95,04% dan produk NaCMC eceng gondok memiliki nilai DS di atas 0,72. Nilai DS tertinggi dari NaCMC eceng gondok adalah 2,34 yang dicapai dengan menggunakan media campuran isopropil alkohol dan isobutil alkohol dengan komposisi 20:80 pada konsentrasi NaOH 35%. Produk material SAP yang dihasilkan dapat mencapai nilai SR sebesar 12,99.
Kata kunci : eceng gondok, selulosa, natrium karboksimetil selulosa (NaCMC),
superabsorbent polymer , derajat substitusi , swelling ratio